Cari Blog Ini

Everything Can Be

Rabu, 22 Juli 2015

UJIAN CINTA KEPADA ALLAH TA'ALA DAN CINTA PERLU PENGORBANAN

Hidup ‘sendiri’ memang sungguh tidak nyaman. Sendiri di sini maksudnya belum memunyai pasangan yang sah, belahan jiwa yang akan mendampingi diri meraih ridho-Nya. Tak ada teman untuk berbagi, berkeluh-kesah, curhat, atau ‘sekadar’ teman ngobrol. Ada kerinduan yang kadangkala hadir tanpa diundang. Apalagi bila melihat teman-teman menggandeng suaminya, atau istrinya atau bahkan menggendong buah hati dalam dekapan. Hati perempuan mana yang tak merasakan fitrah untuk berada pada posisi yang sama.
Dititik inilah, kondisi hati paling rawan untuk berpaling. Ya...berpaling dari ketakwaan yang selama ini digenggam. Muncul anggapan seolah-olah jodoh itu jauh karena kita tak mengikuti trend kebanyakan. Pacaran, tabarruj (berhias untuk non-mahrom), ber-khalwat (berduaan dengan lawan jenis non-mahrom) dan ber-ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa alasan yang syar’i) mulai dijadikan ajang coba-coba.
Ujian manusia itu bisa beragam warna. Ibarat sekolah, mustahil tak ada ujian untuk menentukan kualitas dan pemahaman peserta didik. Dan kehidupan ini adalah madrasah terbesar manusia untuk menghadapi jenis ujian, apapun itu bentuknya. Ada yang diuji masalah jodoh yang tak kunjung datang. Ada juga yang diuji sudah ada jodoh tapi tak sesuai harapan. Yang lainnya lagi, diuji anak yang sangat membangkang atau orang tua yang selalu turut campur urusan rumah tangga anaknya. Bisa jadi masalah ekonomi datang menghantam, dipecat tanpa pesangon dengan tiba-tiba. Atau mungkin saja, penyakit yang tak sembuh-sembuh bahkan nyawa pun harus kembali pada-Nya dengan cepat.
Inilah hidup. Toh tak semua melulu berbentuk kesedihan. Ia datang silih berganti dengan kebahagiaan. Mungkin ada yang belum menemukan belahan jiwa, tapi ia berprestasi di kuliah. Belum bisa menikah dengan segera, tapi Allah menganugerahinya keluarga besar yang selalu harmonis. Masih merindu sosok imam yang akan menuntunnya ke surga, ia masih bisa menumpahkan rindu itu dipertiga malam dengan tahajudnya. Ia masih bisa berbuat banyak untuk umat disegala bidang yang ia bisa.
Bersabar itu memang tak berbatas. Bila ia memunyai batas, maka bukan bersabar lagi namanya. Begitu juga dengan penantian ini, ia harus dibekali dengan kesabaran yang luar biasa. Bila merasa kesabaran itu sudah mulai menipis, maka harus segera di-recharge. HP saja bisa lowbat kalau dipakai terus-menerus, apalagi ini kualitas iman. Maka benarlah kalau tombo ati (penawar hati) itu ada 5: baca Quran dan maknanya, lakukan salat malam, berkumpul dengan orang-orang salih, perbanyak puasa dan dzikir di kala malam.
Sembari bersabar menunggu belahan jiwa datang, mengapa tak fokus untuk mempelajari dinullah ini? Semakin kita paham Islam dengan baik dan benar, semakin kuat pula kita memegang tali agama Allah. Dan semakin kuat memegang tali agama Allah, semakin terasa ‘ringan dan kecil’ penantian ini, insya Allah. Rasakan indahnya ‘kesendirian’ ini karena sesungguhnya kita tak pernah benar-benar sendiri. Ada Allah dengan segenap cinta-Nya yang terus menemani bahkan tanpa kita sadari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar