Ramadhan adalah bulan yang paling mulia, sayyid asy-syuhur, penghulu seluruh bulan. Allah swt menegaskan bahwa tidak ada ciptaanNya yang sia-sia, tentu demikian halnya dengan dijadikannya Ramadhan sebagai sebagai bulan yang teramat mulia. Allah tentu punya tujuan, punya hikmah dan rahasia di baliknya. Apapun itu, yang pasti, Allah sendiri tak pernah punya kepentingan. Dia menyuruh kita berpuasa, pasti tidak untuk kepentingan DiriNya. Dia menyuruh kita memperbanyak tilawah Al Quran, juga bukan untuk kesenangan DiriNya. Dia menganjurkan kita untuk menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan berbagai aktivitas ibadah, tidak untuk membuat DiriNya semakin hebat. Maha suci Allah dari semua kepentingan itu, karena Dia adalah Dzat yang sempurna, maha kaya, maha berkuasa, maha mulia, maha segalanya.
Jika begitu, berarti apapun hikmah dan rahasia serta tujuan dijadikannya Ramadhan sebagai bulan yang paling mulia adalah untuk kepentingan kita, umat manusia. Semua ibadah Ramadhan ini, puasa, tarawih, baca Quran, zikir, seluruhnya adalah untuk kita, manusia. Ada berbagai hikmah yang selalu diuraikan oleh para ustadz, para muballigh, para khatib. Ada hikmah kesehatan, ada hikmah ketaqwaan, ada hikmah supaya merasakan penderitaan orang susah sehingga lebih bersyukur, ada hikmah penyucian jiwa, ada hikmah penyegaran ruhani dan lain sebagainya.
Jika kita merasakan bagaimana Rasulullah saw memberikan perlakuan pada Ramadhan, kita akan mendapati suatu suasana kebatinan yang berbeda dengan kebanyakan kita. Dalam berbagai riwayat kita mengetahui bahkan sejak bulan Rajab, Rasulullah saw telah mempersiapkan diri dengan harapan yang tinggi untuk mendapati kembali Ramadhan. "Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikanlah kami kepada Ramadhan" Dan ketika Ramadhan telah tiba, Rasulullah saw berkata, "Marhaban ya Ramadhan", selamat datang wahai Ramadhan, seolah-olah Ramadhan adalah seorang tamu agung yang sangat dinanti-nanti. Rasulullah pun berdoa,
"Ya Allah, datangkanlah kepada kami Ramadhan dengan keamanan dan iman, keselamatan dan Islam dan kesehatan yang sempurna, dan kekebalan dari segala penyakit, kekuatan untuk menunaikan shalat, puasa dan membaca Al Quran. Ya Allah serahkan kami kepada Ramadhan dan serahkan Ramadhan kepada kami dan selamatkan Ramadhan dari kami, sampai Ramadhan pergi dan Engkau telah mengampuni kami, memberikan rahmat kepada kami, dan memaafkan kami"
"Ya Allah, datangkanlah kepada kami Ramadhan dengan keamanan dan iman, keselamatan dan Islam dan kesehatan yang sempurna, dan kekebalan dari segala penyakit, kekuatan untuk menunaikan shalat, puasa dan membaca Al Quran. Ya Allah serahkan kami kepada Ramadhan dan serahkan Ramadhan kepada kami dan selamatkan Ramadhan dari kami, sampai Ramadhan pergi dan Engkau telah mengampuni kami, memberikan rahmat kepada kami, dan memaafkan kami"
Tentu beberapa potongan riwayat yang ada tidak mampu menggambarkan secara utuh suasana kebatinan Rasulullah saw dalam memasuki Ramadhan. Namun kita dapat mencoba untuk berdiri pada posisi Rasulullah saw selaku pengemban tugas dan amanah risalah dakwah, sebagai seorang yang sedang berjuang dengan seluruh jiwa, raga dan harta benda, menghadapi musuh dari berbagai sisi yang siap menyerang dan menghancurkan bangunan peradaban Madinah yang masih sangat lemah, menyiasati berbagai intrik dan muslihat orang-orang munafik dari dalam Madinah sendiri, maka Ramadhan menjadi momen yang sangat penting dan strategis.
Di sinilah letak perbedaan yang besar kenapa Ramadhan mungkin tidak begitu berarti buat kita. Karena kita bukan penyeru yang memiliki cita-cita dan harapan yang besar. Cita-cita kita cetek, harapan kita rendah, visi kita terbatas, hanya semata-mata kepentingan pribadi dan keluarga, itupun cuma bagian dunianya saja. Sehingga Ramadhan menjadi tidak terlalu penting. Mau Ramadhan ada atau tidak, mau Ramadhan datang atau tidak, ya boleh-bolrh saja, biasa-biasa saja. Toh urusan pribadi dan keluarga sudah aman.
Kita juga bukan pejuang yang sedang bertaruh jiwa, raga dan seluruh masa depan. Tidak ada musuh yang setiap saat mengintai kita. Tidak ada halangan dan rintangan yang terlalu berat. Tidak ada intrik orang munafik yang setiap detik mencoba menggerogoti kita dari dalam. Tidak ada kekuatan sebesar Roma dan Persia, dengan berjuta tentara terlatih bersenjata lengkap yang siap menerkam kita. Kita merasa hidup aman, tenang, rileks. Sehingga ketika Ramadhan tiba, yang pertama berputar dalam fikiran kita adalah makanan, restoran, kurma, kolak, dan es campur.
Rasulullah saw memerlukan Ramadhan untuk menjadi sarana meningkatkan kekuatan dan kemampuan dalam melanjutkan dakwah dan perjuangan. Ramadhan menjadi ajang untuk menyerap kekuatan Ilahiyah, sebagai satu-satunya peluang untuk menandingi kekuatan musuh yang luar biasa. Sedangkan keadaan Rasulullah saw dan kaum muslimin sangat lemah dan terbatas. Sehingga Ramadhan menjadi momen yang ditunggu-tunggu, yang dinanti-nanti.
Ramadhan juga menjadi penting karena di dalamnya ada Lailatul Qadr, malam seribu bulan. Inilah momen untuk melipat gandakan potensi dan kekuatan, sehingga malam istimewa itu sangat dinanti. Tidak sekedar mengejar pahala, tetapi mengisi ulang amunisi ruhani untuk menjadi bekal selama setahun berikutnya dalam menapaki jalan terjal, licin, tajam dan berliku perjuangan.
Sesungguhnya, keadaan umat Islam hari ini tidaklah jauh berbeda jika kita mau merenunginya dengan sungguh-sungguh. Umat Islam sedang menjadi santapan musuh-musuh Islam, dihimpit oleh berbagai kekuatan anti Allah dari berbagai sisi. Jika kita mau menyadari itu, dan mau menjadikan diri sebagai juru dakwah yang mengajak umat manusia keluar dari kegelapan, mau menjadikan diri sebagai pejuang di jalan Allah dengan mempertaruhkan jiwa, raga dan seluruh milik kita, maka barulah kita mampu merasakan betapa pentingnya Ramadhan bagi kita. Barulah kita akan mampu merindukan Ramadhan, memerlukan Ramadhan, memerlukan Lailatul Qadr.
Wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar