SITUS perahu Nabi Nuh AS menjadi perbincangan hangat di dunia arkeologi sejak ditemukannya oleh Angkatan Udara Amerika serikat, tahun 1949. Situs mirip kapal itu ditemukan di atas Gunung Ararat-Turki dari ketinggian 14.000 feet (sekitar 4.600 meter). Life Magazine pada tahun 1960 juga memuatnya, saat pesawat Tentara Nasional Turki menangkap gambar sebuah benda mirip kapal yang panjangnya sekitar 150 meter.

Penelitian dan pemberitaan tentang dugaan kapal Nabi Nuh AS (The Noah Ark) terus berlanjut hingga kini. Seri pemotretan oleh penerbang Amerika Serikat, Ikonos pada 1999-2000 tentang adanya dugaan kapal di Gunung Ararat yang tertutup salju, menambah bukti yang memperkuat dugaan kapal Nabi Nuh AS itu.

Kini ada penelitan terbaru tentang dari mana kapal Nabi Nuh AS itu berangkat. atau di mana kapal Nabi Nuh AS itu dibuat?  Baru-baru ini, gabungan peneliti arkeolog-antropolgy dari dua negara, China dan Turki, beranggotakan 15 orang, yang juga membuat film dokumenter tentang situs kapal Nabi Nuh AS itu, menemukan bukti baru.

Mereka mengumpulkan artefak dan fosil-fosil berupa; serpihan kayu kapal, tambang dan paku.  Hasil Laboratorium Noah’s Ark Ministries International, China-Turki, setelah melakukan serangkaian uji materi fosil kayu oleh tim ahli tanaman purba, menunjukan bukti yang mengejutkan, bahwa fosil kayu Kapal Nabi Nuh AS berasal dari kayu jati yang saat itu hanya tumbuh di Pulau Jawa.

Lembaga ini  telah meneliti ratusan sample kayu purba dari berbagai negara, dan memastikan, bahwa fosil kayu jati yang berasal dari daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah 100 persen cocok dengan sample fosil kayu Kapal Nabi Nuh AS. Sebagaimana diungkap oleh Yeung Wing, pembuat film documenter The Noah Ark, saat melakukan konfrensi pers di Hongkong (26/4/2010).

Saya meyakini 99 persen, bahwa situs kapal di Gunung Ararat, Turki, adalah merupakan fosil Kapal Nuh yang ribuan tahun lalu terdampar di puncak gunung itu, setelah banjir besar menenggelamkan dunia dalam peristiwa mencairnya gleser di kedua kutub Jelas Yeung Wing.

Pendapat National Turk, Dr.Mehmet Salih Bayraktutan PhD, yang sejak 20 Juni 1987 turut meneliti dan mempopulerkan situs Kapal Nabi Nuh AS, mengatakan, Perahu ini adalah struktur yang dibuat oleh tangan manusia. Dalam artikelnya juga mengatakan, lokasinya di Gunung Judi (Ararat) yang disebut dalam Al Quran, Surat Hud ayat 44. Sedangkan dalam injil: Perahu itu terdampar diatas Gunung Ararat (Genesis 8 : 4).

Menurut penelitian The Noah Ark, kapal dibuat di puncak gunung oleh Nabi Nuh AS, tak jauh dari desanya. Lalu berlayar ke antah beranta, saat dunia ditenggelamkan oleh banjir yang sangat besar. Berbulan-bulan kemudian, kapal Nabi Nuh AS merapat ke sebuah daratan asing. Ketika air sudah menjadi surut, maka tersibaklah bahwa mereka telah terdampar di puncak sebuah gunung.  Bila fosil kayu kapal itu menunjukan berasal dari Kayu jati, dan sementara kayu jati itu hanya tumbuh di Indonesia pada jaman purba hingga saat ini, boleh jadi Nabi Nuh AS dan umatnya dahulu tinggal di Nusantara. Saat ini kita dapat menyaksikan dengan satelit, bahwa gugusan ribuan pulau itu (Nusantara), dahulu adalah merupakan daratan yang sangat luas.

Sedangkan Dr. Bill Shea, seorang antropolog, menemukan pecahan-pecahan tembikar sekitar 18 M dari situs kapal Nabi Nuh AS. Tembikar ini memiliki ukiran-ukiran burung, ikan dan orang yang memegang palu dengan memakai hiasan kepala bertuliskan Nuh. Dia menjelaskan, pada jaman kuno, barang-barang tersebut dibuat oleh penduduk lokal di desa itu untuk dijual kepada para peziarah situs kapal. Sejak jaman kuno hingga saat ini, fosil kapal tersebut telah menjadi lokasi wisata, ujarnya.

Temuan jika sesungguhnya kapal Nuh dan saat rombongan Nabi Nuh a.s. berangkat itu dari Pulau Jawa memang sangat mengejutkan. Namun memang faktanya jika Nusantara menyimpan kegemilangan jejak masa lampau yang saat ini masih tertutupi kabut misteri yang sangat tebal. Semoga suatu waktu sejarawan Indonesia bisa menulis ulang sejarah Nusantara, bukan hanya membebek buku-buku sejarah karya kaum kolonialis yang tentu saja berkepentingan menggelapkan keaslian sejarah Indonesia.***